Cerita tentang Jimbo

gue udah pernah cerita kan ya kalau gue udah pindah rumah dari Radar ke Jatibening, lebih tepatnya Jatikramat. dan setelah gue pulang dari Flores Timur, kebetulan rumah gue udah selesai dan beginilah rupanya sekarang.





rumah yang sekarang kebetulan halamannya luas jadilah si Emak memutuskan untuk memelihara anjing kembali. lumayan, hitung-hitung untuk jaga rumah sekalian menangkap tikus kan. secara dari dulu pelihara anjing, pasti deh mereka punya skill untuk nangkap tikus. ditambah lagi rumah bekas kebon jadi ya pasti masih banyak tikus-tikus berserakan kan. dan, ya jadilah keluarga gue kembali memelihara dua anjing sekaligus.


yang coklat itu Jimbo dan yang hitam itu Birong. untuk cerita Birong nanti saja dibuat postingan yang lain. mari sekarang gue ceritakan ke kalian tentang si Jimbo.

keluarga gue bukan penyayang hewan tapi kalau kami sudah memutuskan untuk memelihara hewan pasti bakalan sepenuh hati bakalan dirawat. dan lagi, Jimbo. mungkin yang sudah kenal gue dari dulu, dari zaman gue kecil, pasti familiar dengan nama ini. ya, keluarga gue emang gak pernah kreatif kasih nama ke anjing. pasti nama Jimbo akan keluar lagi, dan Jimbo yang kali ini akan gue ceritakan adalah Jimbo si generasi ke-lima.


gue gak punya banyak cerita sama si Jimbo, secara dia baru kenal sama gue juga kurang lebih baru 4 bulan. tapi yang pasti ini adalah anjing terbesar yang pernah gue punya selama ini. selain besar, mukanya pun galak sekali dan kebetulan memang galak beneran sih, anehnya.... ini anjing gak pernah sekalipun ngegertak gue dari awal pertama kali ketemu. beda sama orang lain. entah.

Jimbo ini manja. serius. mungkin karena keseringan dimanjain si Emak kali ya. si Emak tiap pagi kerjanya ngelus-ngelus dia, kalau Emak lagi bingung mau ngapain di rumah ya pasti lagi ngelus-ngelus si Jimbo. begitupun gue. ini anjing kerjanya tidur di paha gue minta dielus-elus. pft.


dan keputusan si Emak untuk pelihara anjing memang tepat sih, si Jimbo ini adalah tikus-hunter yang baik. punya anjing ada dua, yang satunya lagi itu cuma tim hore aja, disuruh nangkap mah ogah. beda sama si Jimbo, kalau dia ketemu tikus pasti bakalan dikejar dan dimatiin. hampir setiap pagi, si Babeh dan Emak (karena mereka yang sering bangun pagi) pasti selalu dapet 'kado' dari si Jimbo. yak, tikus yang udah dimatiin Jimbo bakalan di taro di halaman depan dan dia bakalan selonjoran deket tikus itu seolah-olah kayak mau bilang, "ini saya yang tangkap loh, juragan". begitiulah.


beberapa hari ini dia sakit dan mungkin gue pun juga kurang tanggap. gue pikir si Jimbo hanya sakit biasa yang nanti juga akan sembuh dengan sendirinya layaknya anjing-anjing gue yang dulu. nafsu makannya hilang dan lagi-lagi gue berfikir, yaudah bentar lagi juga dia makan lagi, toh dulu dia juga gitu (ya, Jimbo pernah begitu sekali). tapi ternyata dia tetap gak mau makan beberapa hari terakhir sampai akhirnya gue yang suapin dia makan, minum pun begitu, gue cekokin.

dan kemarin. Jimbo kritis. iya, dia mendadak collapse. mau bergerak aja udah gak mampu. dan terus muntah-muntah dengan suara yang beneran keras banget. dan seketika juga gue bawa dia ke klinik hewan. setelah diperiksa, dokter bilang kalau Jimbo kena suatu virus yang sangat berbahaya untuk anjing, yaitu virus parvo (silakan googling sendiri). dan yang paling bikin gue lemes adalah ketika dokter bilang kalau kemungkinan Jimbo untuk survive sangatlah kecil.


Pasrah? oh tentu tidak. gue masih tetap yakin kalau Jimbo masih bisa bertahan, gue masih tetap percaya kalau Jimbo itu kuat. mutusin rantai yang tebalnya naujubila aja dia mampu, ngehancurin kandang besinya aja dia bisa, jadi pasti dia juga akan mampu dong ngelawan sakitnya ini.

karena sakitnya semakin parah jadi gak mungkin si Jimbo dibawa pulang, jadi dia harus diopname di klinik hewan. dan sebelum gue pulang, si Jimbo berusaha sekuat tenaga untuk berjalan ke arah gue, sambil menangis, si Jimbo tidur di tangan gue. itu yang bikin gue sedih tiap nginget hal kemarin. dia menangis, seakan bilang, "aku udah gak kuat. goodbye Dian". dan gue gak ngeh, atau mungkin gue menolak untuk sadar kalau Jimbo memang udah mau pergi. dan gue kembali ngelus-ngelus dia yang mana ternyata itu elus-elusan terakhir gue buat dia.

dan sampai di rumah pun, ternyata si Birong terus menangis sambil mengarah ke tempat si Jimbo biasa leyeh-leyeh. entahlah, mungkin itu yang dinamakan ikatan batin antar hewan, gak ngerti juga. dan selang beberapa menit kemudian, dokter si Jimbo mengabari kalau Jimbo udah gak ada sesaat setelah gue pulang.

Rest in peace, my big boy sayang. maaf yaaa kalau Dian kurang tanggap.


I love youuu


Dian Chrisniar

Comments

Popular posts from this blog

PM1

Haloha, Karawang!

02.12.22 part 2